Lubuklinggau – Pemerintah Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, tengah menjadi sorotan publik setelah mengangsur tunggakan BPJS Kesehatan sebesar Rp5,2 miliar. Langkah ini disebut sebagai bagian dari janji politik Wali Kota Lubuklinggau, H. Rachmat Hidayat, M.I.Kom. Namun, keputusan tersebut menuai banyak pertanyaan, terutama terkait sumber anggaran dan mekanisme pengelolaan dana.
Informasi mengenai pembayaran tunggakan ini beredar luas di berbagai platform media sosial. Meski dinilai sebagai langkah positif, sejumlah pihak, khususnya para pegiat kontrol sosial, mempertanyakan transparansi dan regulasi penggunaan dana tersebut.
Ferry Isrop, salah satu aktivis kontrol sosial, menyampaikan pandangannya saat diwawancarai oleh awak media pada Senin (7/4/2025). Ia meminta agar Wali Kota bersikap terbuka mengenai asal-usul dana dan segmen peserta BPJS yang ditanggung oleh anggaran tersebut.
“Pembayaran tunggakan BPJS Kesehatan itu harus jelas dan tidak boleh dilakukan sembarangan. Demi kepastian hukum dalam penggunaan APBD, Pemkot harus menjelaskan apakah pembayaran itu untuk segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Penerima Bantuan Iuran (PBI),” tegas Ferry.
Menurutnya, jika tidak ada kejelasan mengenai regulasi dan mekanisme pembayaran, dikhawatirkan dana tersebut digunakan untuk menutup tunggakan peserta mandiri yang berasal dari kalangan mampu. Hal ini tentu menimbulkan dugaan ketidaktepatan sasaran dalam penggunaan dana daerah.
Apalagi, kebijakan ini diambil saat masa kepemimpinan Wali Kota H. Rachmat Hidayat belum genap 100 hari. Hal ini semakin memicu reaksi publik yang mempertanyakan dasar hukum serta urgensi dari pengeluaran anggaran yang cukup besar tersebut.
Publik kini menanti penjelasan resmi dari Pemerintah Kota Lubuklinggau mengenai detail kebijakan ini, termasuk transparansi alokasi anggaran dan siapa saja yang menjadi penerima manfaat.
(Erwin – Kaperwil Sumsel, Lubuklinggau, Musi Rawas Utara)