Ganesha Abadi – Pagar bumi sudah biasa, tapi pagar laut adalah hal luar biasa yang kini menjadi sorotan. Kontroversi pemagaran laut di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) telah memicu berbagai reaksi, termasuk dari aktivis dan warga yang menilai langkah tersebut merusak lingkungan dan mengabaikan nilai-nilai sakral yang ada di wilayah tersebut.
Pada 8 Januari 2025, Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) menggelar aksi besar-besaran untuk menolak proyek yang dianggap tidak layak dan tidak sesuai dengan prosedur hukum di Indonesia. Aksi ini menghadapi hadangan dari kelompok lain yang mengatasnamakan warga lokal. Meski sempat memanas, situasi berhasil diredam oleh aparat keamanan yang mencegah potensi benturan fisik.
Sehari setelah aksi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPP) melakukan penyegelan terhadap pagar laut sepanjang 30 km di pantai utara Jakarta dan Banten. Pihak KPP memerintahkan pembongkaran pagar tersebut karena dinilai melanggar aturan dan merusak lingkungan.
Namun, situasi menjadi semakin rumit ketika muncul klaim bahwa pagar laut tersebut bukan bagian dari proyek PIK-2. Pihak pengembang menyangkal keterlibatannya, sementara warga lokal dikabarkan mengaku sebagai pihak yang memagar laut. Jika pengakuan ini terbukti tidak benar, maka permasalahan ini dapat melibatkan unsur kebohongan yang semakin mempersulit penyelesaian kasus.
Di sisi lain, warga yang terdampak proyek PIK-2 juga menghadapi berbagai tekanan, mulai dari penggusuran hingga hilangnya mata pencaharian. Ganti rugi yang diberikan dinilai tidak sebanding dengan kerugian yang mereka alami, baik secara ekonomi maupun emosional. Bahkan, nilai sejarah dan spiritual kawasan tersebut turut terancam hilang.
Untuk mengatasi permasalahan ini, ada usulan agar pihak pengembang lebih realistis dalam merencanakan proyek besar, seperti membangun Jembatan Selat Sunda. Proyek spektakuler ini tidak hanya menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatra, tetapi juga menjadi kebanggaan nasional yang melibatkan berbagai pihak dengan prosedur yang sah.
Masyarakat berharap, apa pun bentuk pembangunan yang dilakukan, nilai-nilai spiritual dan sejarah kawasan seperti Pantai Indah Kapuk 2 harus tetap dihormati. Wilayah ini memiliki arti penting bagi kehidupan warga yang telah lama tinggal di sana. Mengabaikan aspek sakral dan spiritual hanya akan memperdalam luka sosial yang sudah ada.
(Jacob Ereste)