Lubuklinggau – Dugaan pungutan liar (pungli) yang sempat mencuat di SMA Negeri 2 Lubuklinggau akhirnya menemui titik terang. Kesalahpahaman yang berawal dari pemberitaan di media sosial ini berakhir damai setelah dilakukan mediasi oleh pihak Polres Lubuklinggau, Jumat (21/3/2025).
Kapolres Lubuklinggau AKBP Bobby Kusumawardhana, melalui Kanit Pidsus Ipda Dodi Rislan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memfasilitasi pertemuan antara pelapor, Suparto H. Ujang (Ketua Komite Sekolah), Kepala Sekolah Dewi Mareta, dan terlapor Joni Farles, yang sebelumnya diduga melakukan pencemaran nama baik melalui unggahan di media sosial.
Mediasi Berakhir Damai
“Sudah menjadi kewajiban kami untuk menindaklanjuti laporan masyarakat. Alhamdulillah, hari ini kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan,” ujar Ipda Dodi.
Terlapor, Joni Farles, pun menyampaikan permohonan maaf kepada pihak sekolah dan komite atas kesalahpahaman yang terjadi. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Polres Lubuklinggau yang telah memediasi persoalan ini hingga menemukan titik damai.
“Saya berterima kasih kepada pihak kepolisian dan juga kepada Pak Suparto H. Ujang selaku Ketua Komite yang telah memaafkan serta mencabut laporan ini. Saya mengakui ada kekeliruan dalam penyampaian informasi dan berjanji akan lebih berhati-hati dalam bermedia sosial,” ungkap Joni.
Ketua Komite: Tidak Ada Unsur Pungli
Sementara itu, Ketua Komite SMA Negeri 2 Lubuklinggau, Suparto H. Ujang, menegaskan bahwa dirinya beserta Kepala Sekolah tidak pernah melakukan pungli seperti yang dituduhkan. Ia mengapresiasi langkah kepolisian dalam memediasi permasalahan ini dan berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
“Saya menerima permintaan maaf dari terlapor dengan syarat bahwa nama baik kami dipulihkan. Kami sama sekali tidak melakukan pungli terkait penarikan iuran wali murid, seperti yang diberitakan di media sosial,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar setiap informasi yang akan disebarluaskan harus melalui verifikasi terlebih dahulu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan merugikan pihak tertentu.
Penjelasan Wali Murid: Iuran Bersifat Sukarela
Mulyadi, salah seorang wali murid yang ikut hadir dalam rapat komite, menegaskan bahwa iuran yang dilakukan bersifat sukarela, bukan paksaan. Iuran tersebut digunakan untuk membantu pembayaran honor guru non-ASN yang tidak lagi tercover oleh dana PSB.
“Dalam rapat komite, tidak ada unsur paksaan. Kami hanya mencari solusi agar guru honorer tetap bisa mendapat honor. Bahkan, ada wali murid yang secara sukarela menyumbangkan 11 sak semen untuk pembangunan aula sekolah,” jelasnya.
Ketua PWI Musi Rawas: Wartawan Harus Patuhi Kode Etik
Menanggapi persoalan ini, Ketua PWI Musi Rawas, Jhuan Silitonga, mengingatkan pentingnya bagi wartawan untuk memahami dan menerapkan 11 pasal dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Setiap berita harus melalui proses verifikasi yang ketat agar akurat dan tidak menyesatkan. Hak jawab bagi pihak yang diberitakan juga harus diberikan agar berita tetap berimbang,” ujarnya.
Jhuan berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi di media sosial.
“Dunia jurnalistik adalah profesi mulia sebagai penyampai informasi kepada publik. Oleh karena itu, mari kita jalankan tugas ini dengan profesionalisme dan tanggung jawab,” pungkasnya.
(Erwin – Kaperwil Sumsel, Lubuklinggau, Musi Rawas Utara)