Surabaya – Jalur kuota khusus atau jalur HAR (Penghargaan) dalam penerimaan Calon Siswa (CASIS) Polri tahun 2025 diduga diperjualbelikan oleh oknum di Polda Jawa Timur. Hal ini memunculkan desakan agar Kapolri beserta jajarannya lebih transparan dalam memberikan informasi terkait kuota penerimaan CASIS Akademi Kepolisian (Akpol), termasuk jumlah yang dialokasikan untuk jalur reguler dan jalur HAR.
Menurut Didi Sungkono, S.H., M.H., Direktur LBH Rastra Justitia 789 yang juga seorang dosen hukum dan kandidat doktor hukum, publik berhak mengetahui secara jelas mekanisme penerimaan CASIS Polri. Ia menekankan bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan transparansi dalam penyampaian informasi kepada masyarakat.
“Jika tidak ada kejelasan, masyarakat bisa salah persepsi. Dugaan nepotisme dan kolusi tidak boleh dibiarkan. Ini era keterbukaan, apalagi mereka yang diterima akan menjadi pemimpin Polri di masa depan. Jika sejak awal jalur masuknya tidak transparan, bagaimana nanti mereka akan mengabdi dengan baik kepada negara?” ujar Didi Sungkono.
Salah satu isu yang mencuat adalah adanya dugaan jual beli kursi di jalur HAR dengan harga fantastis. Didi menyebutkan bahwa ada kabar angin yang menyebutkan jalur ini diperjualbelikan hingga Rp3 miliar per calon Taruna Akpol. Sementara itu, untuk jalur Bintara, ada kasus di mana seorang oknum Polwan di Polda Jawa Timur diduga menawarkan jalur khusus senilai Rp850 juta, dengan salah satu orang tua CASIS sudah mentransfer Rp750 juta ke rekening pribadi oknum tersebut.
“Ini berbahaya jika dibiarkan. Sistem BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel, Humanis), PROMOTER (Profesional, Modern, Terpercaya), dan PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, Berkeadilan) harus benar-benar diterapkan, bukan hanya sekadar slogan. Jika ada jalur khusus yang diperjualbelikan, maka ini adalah bentuk korupsi terselubung,” tegasnya.
Didi juga mempertanyakan mekanisme seleksi CASIS Akpol yang dinilai janggal. Dalam perengkingan penerimaan Akpol tahun anggaran 2024 di Jawa Timur, terdapat 34 CASIS laki-laki yang dinyatakan lulus terpilih. Namun, saat tes di Graha UNESA PTC, jumlah peserta bertambah menjadi sekitar 47 orang. Ia menduga tambahan ini berasal dari jalur HAR atau kuota khusus yang tidak diumumkan secara transparan.
Fenomena ini, menurutnya, menunjukkan bahwa reformasi Polri harus dilakukan dari tingkat atas, bukan hanya dari bawah. Jika Kapolri benar-benar ingin menerapkan prinsip transparansi, maka seluruh kuota penerimaan CASIS harus diumumkan secara terbuka, termasuk siapa saja yang mendapat rekomendasi jalur HAR serta dasar pemberian kuota khusus tersebut.
“Jangan sampai ada kesan bahwa jalur langit kalah dengan jalur duit. Jika benar-benar bersih, mengapa harus risih? Kapolri harus segera mengevaluasi sistem penerimaan ini agar tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat,” pungkasnya.
Penulis: Didi Sungkono, S.H., M.H.
Direktur LBH Rastra Justitia 789, Dosen Ilmu Hukum, Kandidat Doktor Hukum