Ganesha Abadi– Proyek pembangunan pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di Pantai Utara Tangerang, Banten, menuai kontroversi. Pagar ini telah memblokir 16 kecamatan dan melibatkan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk tanah yang berada di wilayah perairan. Hal ini menimbulkan kegaduhan di masyarakat, terutama bagi nelayan yang merasa terganggu oleh proyek yang terkait dengan PSN PIK-2.
Permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, untuk menangguhkan sementara pembongkaran pagar laut demi kepentingan penyidikan semakin memperuncing ketegangan. Banyak pihak menilai pembongkaran dan pengkaplingan lautan ini melanggar peraturan dan merugikan masyarakat sekitar. Protes besar-besaran yang dimulai pada 8 Januari 2025 di Desa Kohod menunjukkan betapa tingginya ketidakpuasan masyarakat terhadap proyek tersebut.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memberikan penjelasan terkait proyek PSN yang menurutnya berfokus pada pengembangan kawasan ekowisata. Namun, penjelasan ini belum mampu meredakan ketegangan di masyarakat. Ombudsman RI dan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, juga telah turun tangan untuk menyelidiki proses penerbitan sertifikat tanah yang dipertanyakan, termasuk keterlibatan pejabat yang disorot oleh publik.
Pemagaran laut yang menghalangi akses nelayan dan membuka jalan bagi proyek-proyek besar di kawasan tersebut semakin mengundang protes keras. Tanah yang dulunya dimiliki secara bersama kini menjadi objek sengketa, yang jelas melanggar ketentuan internasional dan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai ruang laut sebagai milik bersama.
Proyek ini telah memicu perlawanan gigih dari masyarakat yang merasa dirugikan. Aktivis dan tokoh masyarakat seperti Sri Eko Sriyanto Galgendu menilai tindakan ini sebagai upaya oligarki untuk merampas hak rakyat, dan menyerukan penyelidikan mendalam terkait siapa yang berada di balik proyek tersebut.
Isu ini telah menjadi sorotan nasional, dengan harapan agar semua pihak yang terlibat bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku. Ke depan, diperlukan transparansi dalam setiap proses terkait proyek ini untuk memastikan hak rakyat tetap terjaga.
(Jacob Ereste)