Ganesha Abadi – Di era modern, perang tidak lagi melibatkan senjata tetapi opini publik melalui media sosial. Para buzzer menjadi alat untuk menyebarkan propaganda demi kepentingan kelompok oligarki yang memiliki pengaruh besar. Pengalaman melawan buzzer mengajarkan pentingnya menjaga nalar kritis di tengah derasnya arus informasi yang sering kali tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Serangan buzzer bukan hanya berupa narasi palsu, tetapi juga teror psikologis. Mereka kerap mengirimkan gambar tidak senonoh, menyebarkan hoaks yang dirancang meyakinkan, hingga merusak sistem media sosial pribadi. Segala cara dilakukan demi melemahkan suara kritis yang dianggap mengganggu kepentingan majikan mereka. Namun, pengalaman ini menjadi pelajaran berharga. Seperti kebiasaan meminum kopi pahit tanpa gula, tantangan ini melatih kesabaran dan ketahanan mental. Tidak ada gunanya melawan dengan emosi, karena buzzer bekerja hanya berdasarkan pesanan tanpa nilai idealisme.
Fenomena buzzer mencerminkan pergeseran budaya di masyarakat. Budaya agraris dan maritim yang dahulu sarat nilai gotong royong kini tergantikan oleh budaya materialisme. Pergeseran ini dipicu oleh keinginan hidup mewah yang diperkenalkan kapitalisme. Tradisi petani dan nelayan yang menjunjung kebersamaan mulai tergerus oleh pola hidup yang berorientasi pada keuntungan pribadi.
Saat ini, kehidupan masyarakat urban yang didominasi budaya industri turut mendorong perubahan sikap petani dan nelayan. Pola kerja tradisional yang berdasarkan musyawarah kini tergantikan oleh sistem kerja berdasarkan instruksi. Nilai spiritual yang dahulu mengakar kuat kini memudar, tergantikan oleh budaya materialisme yang mengejar keuntungan semata.
Keberadaan buzzer yang bekerja demi uang menjadi cerminan mentalitas budak di era modern. Mereka tidak memiliki nilai idealisme, hanya fokus pada uang yang diberikan majikan. Aktivitas mereka merusak nalar kritis masyarakat melalui propaganda dan informasi palsu. Padahal, menjaga etika, moral, dan akhlak adalah tanggung jawab bersama dalam membangun bangsa yang beradab.
Paparan ini dibuat untuk berbagi pengalaman dalam menghadapi serangan buzzer selama dua tahun terakhir. Ketika saluran komunikasi pribadi terganggu akibat serangan tersebut, solusi sederhana seperti mengganti nomor kontak menjadi cara efektif untuk melanjutkan perjuangan. Hikmahnya, jaringan komunikasi justru semakin luas. Perjuangan ini membuktikan bahwa perang melawan buzzer adalah bagian dari upaya menjaga nalar kritis dan martabat manusia di tengah arus propaganda yang semakin masif.
(Jacob Ereste)