Ganeshaabadi – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil Indonesia menjadi tantangan serius di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Salah satu perusahaan tekstil besar, PT. Sri Rejeki Isman Textile (Sritex), yang sebelumnya mempekerjakan hingga 50 ribu karyawan, terpaksa mengalami pailit setelah putusan Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang. Fenomena ini mencerminkan krisis yang melanda sektor tekstil dan garmen nasional.
Meskipun pemerintah berfokus melindungi hak-hak pekerja, upaya menciptakan solusi jangka panjang bagi perusahaan yang terpuruk atau membuka lapangan kerja baru bagi buruh terdampak PHK masih terbatas. Sebagai contoh, sejumlah perusahaan tekstil besar seperti PT. Adetex, Agungtex Group, dan PT. Argo Pantes ikut tumbang, menyebabkan ribuan buruh kehilangan pekerjaan atau dirumahkan dengan penghasilan yang hanya mencapai 25% dari gaji normal.
Krisis Ekonomi dan Transformasi Budaya Kerja
Dampak dari ambruknya industri tekstil tidak hanya dirasakan buruh, tetapi juga memunculkan fenomena perubahan pola kerja di masyarakat. Banyak buruh beralih ke sektor jasa, seperti ojek online, untuk mencari penghasilan tambahan. Namun, ini hanya solusi sementara. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan langkah strategis yang lebih komprehensif guna menghadapi tantangan pengangguran yang terus meningkat.
Jacob Ereste, pengamat sosial dan budaya, menilai bahwa krisis ini seharusnya menjadi momentum untuk mendorong kembali budaya agraris dan maritim, dua sektor yang memiliki akar kuat dalam identitas bangsa Indonesia. Menurutnya, budaya industri pabrikan telah menjadikan banyak tenaga kerja Indonesia hanya sebagai komponen pendukung mesin industri tanpa memberikan ruang kreativitas dan inovasi.
Peluang Kebangkitan Agraris dan Maritim
Dalam situasi ini, membangun ketahanan dan pertahanan pangan bisa menjadi solusi strategis. Pemerintah didorong untuk lebih serius memberdayakan petani dan nelayan melalui optimalisasi sumber daya alam dan manusia. Dengan konsentrasi penuh pada sektor agraris dan maritim, Indonesia tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada impor pangan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan.
Jacob Ereste menekankan pentingnya fokus pada sektor agraris dan maritim sebagai langkah untuk memperkuat perekonomian nasional. Dengan luasnya lahan pertanian yang belum tergarap maksimal serta potensi kekayaan laut yang melimpah, Indonesia memiliki modal besar untuk menjadi kekuatan agraris dan maritim dunia.
Menuju Indonesia Emas 2045
Kegagalan industri tekstil dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan masyarakat untuk kembali pada esensi budaya Indonesia. Dengan memanfaatkan kekayaan alam secara bijaksana, budaya agraris dan maritim dapat menjadi soko guru baru ekonomi nasional.
Perubahan ini diharapkan mampu membawa Indonesia menuju era kejayaan baru, sesuai cita-cita Indonesia Emas 2045, yang menjadikan kesejahteraan dan kemandirian bangsa sebagai prioritas utama.
(Jacob Ereste)