Ganeshaabadi.com – Jika tak salah, pada bulan ramadhan empat tahun silam (2019) sebelum Covid-19 melantak Indonesia, saya sangat terkejut dan terpesona ketika mendapat undangan acara berbuka puasa bersama dari Bhante Dammasubho Mahathera. Hadir diantaranya pada acara buka puasa bersama ketika itu Aep Syaefullah, Sandrina Malakiano, Yudi Latif dan Sri Eko Sriyanto Galgendu serta sejumlah undangan lain yang tak kalah kondang hingga tokoh intektual dan keagamaan di negeri ini banyak yang hadir.
Undangan acara buka puasa bersama yang dilakukan oleh pihak Vihara Sangha Theravada , asuhan Bhante Dammasubho Mahathera di Pondok Labu Jakarta Selatan ini, sejujurnya ketika itu baru pertama kali ini terjadi. Hingga kemudian terus berlanjut, bahkan saat kunjungan pada hari biasa, Wati Imhar yang ikut serta sempat memperoleh menu buka puasa spesial, karena sedang menjalan puasa sunnat Senin-Kamis ketika itu dan bisa menikmati buah kurma terbaik yang disuguhkan.
Karenanya saya menjadi sangat antusias dan serius penuh semangat untuk hadir — kecuali membayangkan panganannya yang pasti enak dan pilihan — juga membayangkan suguhan untuk acara berbuka puasa bersama itu oleh pihak Vihara Buddha — pastilah tak main-main. Setidaknya, suguhan ala Buddha untuk umat Islam yang berpuasa seperti apa istimewanya, dan bagaimana cara penyajiannya.
Pertanyaan standar seperti ith saya wajar muncul dari setiap orang yang memiliki naluri jurnalis. Setidak, persepsi atau pemahaman seperti apa yang ada pada para Bhikhu maupun Banthe sebagai tokoh agamz Buddha dalam memahami konsepsi puasa dari pemagaman umum umat Islam yang melakukan puasa itu dengan serius serta penuh keyakinan sebagai bagian dari rukun Islam.
Bahkan ikhwal ramadhan dalam persepsi Budha pun merujuk pada rukun Islam setelah membaca syahadat, lalu wajib menunaikan solat, kemudian membayar zakat, lalu menjalankan puasa sebagai rukun Islam yang keempat untuk kemudian melaksanakan ibadhah haji bagi yang mampu.
Penjelasan yang runtut serta menakjubkan ini, ketika itu semakin diyakinkan oleh Banthe Dammasubho Mathera dengan melafaskan ayat suci Al Qur’an yang erat terkait dengan perintah puasa ini. Hingga akhirnya, untuk penjelasan tentang tata cara mengolah makanan dan sayuran serta lauk pauk makan lain itu diterangkan dengan rinci dan jelas, untuk dikatakan halal dalam perspektif Islam. Karena mulai dari cara memotong hewan yang diperlukan untuk suguhan, pihak Vihara juga mendatangkan juru jagal yang telah mendapat kepercayaan dari Umat Islam.
Setidaknya, dalam prosedur penyembelihan hewan juga menggunakan tata cara Islam untuk menu sajian buka puasa bersama ini. Kecuali Vihara Theravada asuhan Banthe Dammasubho Mahathera, ternyata ada juga Vihara yang sudah melakukan tradisi buka puasa bersama. Seperti kemudian saya memperoleh informasi bahwa acara buka puasa bersama sudah sering dilakukan juga oleh Vihara Budha Hemadhiro Mettavati di Kapuk Raya, Cengkareng, Jakarta Barat.
Bahkan acara buka puasa bersama di Vihara Gemadhiro Mettavati ini “acap buat heboh” dengan kejutan bingkisannya yang sulit diduga. Bukan saja ratusan anak yatim piatu yang mendapat bingkisan dan uang saku buat lebaran, tapi para pengurus mesigit di sekitar Vihara yang super mewah itu juga berbagi suka bagi umat Islam yang lain.
Betapa indah dan mesranya jalinan persaudaraan antara umat beragama ini sesungguhnya, bila tidak diintervensi oleh pemerintah yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan itu, seperti pelarangan bagi ASN, TNI dan Polri agar tidak membuat acara buka puasa bersama, seperti yang tengah heboh dan mendapat kritikan sangat keras dari berbagai pihak. Karena sikap tidak bijak pemerintah, terlalu sering latah mengatur gal-hal yang bersifat teknis seperti itu. Sehingga kesan pemerintah kurang kerjaan — juga mungkin pemikiran — jadi membuka dugaan adanya hasrat melemahkan kerukunan dan kebersamaan antara umat beragama di Indonesia
Ganeshaabadi.comBanten, 25 Maret 2023