Palembang, Sumsel – Perkembangan era digital menjadikan media sosial sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi generasi milenial. Platform seperti Instagram, Twitter, TikTok, dan Facebook tidak hanya digunakan untuk hiburan, tetapi juga menjadi sumber utama informasi, termasuk dalam bidang politik.
Kemudahan akses dan cepatnya penyebaran informasi menjadikan media sosial alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran politik di kalangan anak muda. Transformasi digital memungkinkan masyarakat lebih aktif dalam menerima dan berinteraksi dengan informasi politik yang berkembang.
Media sosial kini menjadi kanal utama bagi milenial dalam mengikuti perkembangan politik tanpa bergantung pada media konvensional. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023 mencatat bahwa 79% pengguna internet berusia 18-34 tahun mengakses media sosial sebagai sumber berita utama.
Selain sebagai sumber informasi, media sosial juga menjadi ruang diskusi publik yang inklusif. Generasi muda dapat mengekspresikan opini mereka tentang kebijakan pemerintah, isu sosial, dan politik melalui berbagai platform. Hashtag seperti #Pemilu2024 dan #Antikorupsi menjadi alat mobilisasi opini publik dan solidaritas dalam gerakan sosial.
Meski memiliki potensi besar dalam meningkatkan kesadaran politik, media sosial juga menghadapi tantangan serius, salah satunya adalah penyebaran hoaks. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa 60% hoaks yang terdeteksi selama Pemilu 2019 menyebar melalui media sosial. Selain itu, algoritma media sosial sering memperkuat bias kelompok, memperdalam polarisasi, dan membatasi keragaman opini.
Kurangnya literasi digital di kalangan milenial menjadi tantangan dalam memanfaatkan media sosial secara maksimal. Meskipun generasi muda mahir menggunakan teknologi, mereka sering kali kesulitan membedakan informasi valid dari yang menyesatkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan literasi digital melalui edukasi yang berkelanjutan.
Pemerintah telah mengatur penggunaan media digital melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008 serta Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017 yang mengatur kampanye politik di media sosial. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga memiliki wewenang dalam mengawasi konten politik yang beredar di dunia digital.
Indonesia memiliki lebih dari 191 juta pengguna media sosial aktif pada tahun 2023, di mana mayoritasnya adalah generasi muda. Survei LIPI tahun 2022 menunjukkan bahwa 68% milenial lebih memahami isu politik sejak aktif menggunakan media sosial. Pemilu 2019 mencatat peningkatan partisipasi pemilih muda hingga 55%, berkat kampanye digital yang masif.
Diskusi politik yang berkembang di media sosial, seperti perubahan sistem pemilu atau kebijakan pemerintah yang kontroversial, sering kali menjadi trending topic. Kecepatan penyebaran informasi memungkinkan milenial untuk merespons isu-isu politik secara cepat dan kritis.
Media sosial juga memperkuat partisipasi politik non-elektoral, seperti petisi online dan kampanye digital yang menekan pemerintah agar mengambil tindakan tertentu. Dengan literasi digital yang baik, media sosial dapat menjadi alat edukasi politik yang efektif dalam membangun demokrasi yang lebih baik.
(Erwin Kaperwil Lubuklinggau, Musi Rawas)