Musi Rawas – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Musi Rawas masih menjadi perhatian serius. Baru memasuki awal tahun 2024, sudah tercatat empat kasus kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut.
Data ini diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Musi Rawas. Kepala DP3A, M Rozak, melalui Kepala UPT PPA, Joni Candra, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap anak dan perempuan masih kerap terjadi di daerah ini.
“Hingga pertengahan Februari 2024, kami telah menerima laporan empat kasus kekerasan, terdiri dari tiga kasus kekerasan terhadap anak dan satu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” ujar Joni, Jumat (14/2/2025).
Dari keempat kasus tersebut, tiga di antaranya telah masuk dalam laporan kepolisian di Polres Musi Rawas dan sedang dalam proses penyidikan, sementara satu kasus masih dalam tahap mediasi.
Lima Faktor Penyebab Kekerasan
Joni menjelaskan bahwa ada lima faktor utama yang menyebabkan kekerasan terhadap anak dan perempuan:
1. Faktor keluarga (broken home) – Banyak korban atau pelaku berasal dari keluarga yang tidak harmonis, seperti orang tua yang bercerai, sehingga mereka harus tinggal bersama orang lain, seperti kakek, nenek, atau kerabat lainnya. Dalam banyak kasus, pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat korban.
2. Masalah ekonomi – Mayoritas korban berasal dari keluarga dengan ekonomi lemah, yang meningkatkan risiko mereka mengalami kekerasan.
3. Lingkungan yang bebas tanpa pengawasan orang tua – Kurangnya pengawasan dapat membuat anak lebih rentan terhadap tindakan kekerasan.
4. Pendidikan yang rendah – Minimnya pendidikan berkontribusi pada pemahaman yang kurang mengenai hak-hak dan perlindungan terhadap kekerasan.
5. Kurangnya pemahaman agama – Kurangnya nilai-nilai moral dan agama dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan.
Langkah Penanganan oleh UPT PPA
Sebagai lembaga yang bertugas menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, UPT PPA lebih berfokus pada pendampingan dan pemulihan korban.
“Begitu menerima laporan, kami akan langsung turun ke lapangan untuk mendampingi korban maupun pelaku. Kami juga berhak melakukan mediasi sebelum kasus masuk ke ranah hukum, kecuali untuk kasus asusila yang harus langsung diproses hukum,” jelas Joni.
Selain itu, UPT PPA bekerja sama dengan psikolog untuk memberikan penguatan mental kepada korban. Dalam kasus tertentu, pendampingan bisa dilakukan hingga lima kali, tergantung kondisi korban. Jika korban berasal dari keluarga tidak mampu, UPT PPA juga membantu pengurusan BPJS melalui kerja sama dengan Dinas Kesehatan.
Dengan meningkatnya kasus kekerasan di awal tahun ini, Joni berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan serta berani melapor jika menemukan kasus serupa di sekitar mereka.
(Erwin Kaperwil Sumsel – Lubuklinggau, Musi Rawas)