TULUNGAGUNG – Kota marmer yang berada di ujung pantai selatan tumbuh kembang sangat cepat. Masyarakatnya kreatif dan mandiri. Di akhir-akhir ini di kota marmer dibarengi pertumbuhan warkop dan karaoke sangat banyak. Sebagai upaya menjaga moral, budi pekerti dan spiritual generasi milineal maka di Tulungagung didirikan pesantren dan sekolah yang baru. Di antara sederetan lembaga baru adalah Pondok Pesantren Al Azhaar Tulungagung.
Pada Kamis 16 Mei 2024 Media Ganeshaabadi.com berkesempatan berkunjung di pesantren yang berdiri di Desa Kedungwaru Tulungagung, Awak media menemukan kisah perjalanan unik sebuah pesantren yang dirintis tahun 2000-an. Nama pesantrennya adalah Al Azhaar.
Saat memasuki halaman pesantren disuguhi pohon ringin tumbuh besar dan angker. Di bawah pohon ringin ada makam tua. Keadaannya tidak terawat, bercampur kandang ayam.
Media Ganeshaabadi.com ditemui Humas Pesantren Al Azhaar Tulungagung, Sri Syarifah. Beliau mengisahkan bahwa dirinya gabung di LPI Al Azhaar sejak 1994 hingga saat ini.
“Saya awal gabung di Al Azhaar jadi santri TPQ pada tahun 1993. Tahun itu alm Ustadz Amin Tanpa dan Almh Bu Nur Siami merintis. Kemudahan tahun 1994 lanjut rintis SD. Dan baru tahun 2000 merintis bangunan permanen untuk SD di lokasi ini yang selanjutnya jadi cikal bakal pesantren. Sebelum menempati lokasi ini Abah Imam pada tahun 2002 kontrak rumah untuk pesantren di timur sentralan PLN Ringinpitu Tulungagung,” kisah Sri, panggilan akrab Sri Syarifah.
Masih menurut humas Pesantren Al Azhaar bahwa setelah kontrak rumah di daerah sentralan PLN Ringinpitu selama 2 tahun baru rintis pesantren di Kedungwaru Tulungagung.
“Lahan ini, lahan jelek. Tidak ada akses jalan awalnya. Bahkan terkenal daerah angker. Jarang yang mau masuk di daerah ini. Namun Abah Imam nekat dan berani. Awalnya saya super takut kalau masuk lahan ini. Beliau memulai bangunan SD berbahan kayu seadanya pada tahun 2000,” jelas Sri (16/5).
Mantan Kepala PSDM LPI Al Azhaar Tulungagung, Susiati pada Jum’at (17/5/2024) mengisahkan bahwa lahan Pesantren Al Azhaar Tulungagung mulanya lahan yang sangat angker. Masyarakat di Kedungwaru tidak ada yang mau beli di lahan pesantren kita ini.
“Awalnya saya takut diajak di lokasi pesantren ini karena sebelum dibangun pesantren sangat angker, super mistis. Namun tekat bulat Abah Imam maka yang semula angker dijadikan tempat untuk ngaji. Sekarang sudah tidak se angker yang dulu,” kisah Susi, panggilan Akrab Susiati (17/5/2024).
Masih menurut mantan Kepala Play Group dan TK Al Azhaar Tulungagung, Susi lebih detail mengisahkan perjuangan merintis Pesantren Al Azhaar Tulungagung.
“Abah Imam di awal tugas, kontrak rumah di Perumahan Bumi Mas Tunghulsari. Jarak 3 km dari TK dan SD yang di Kepatihan. Tiap hari beliau jalan kaki dari perumahan Bumi Mas ke Kepatihan, selama lima bulan. Tahun 1999 beliau nekat membuat kelas untuk SD dari kayu. Dinding pakai kayu pinus. Lantainya dari afal, pecahan marmer. Sangat, sangat sederhana. Kata beliau, terpenting pada tahun 2000 sudah punya ruang kelas sendiri, untuk jenjang SD tidak kontrak lagi,” kisah Susi.
Penjaga sekolah dan sekaligus koordinator tukang bangunan, Mbah Sarpan menuturkan bahwa dirinya sejak tahun 1999 sudah ikut jadi pembantu tukang di bangunan awal, yaitu jenjang SD.
“Abah Imam itu sangat sabar saat memulai merintis Pesantren Al Azhaar Tulungagung. Kondisi masyarakat sekita pesantren berulah seperti apapun, hanya dijawab dengan senyum. Lokasi yang ditempati Abah Imam itu bersebelahan tempat punden desa. Orang biasanya bawa makanan dan bakar-bakar menyan di lokasi yang ditumbuhi pohon ringin besar. Sebelum di bangun pesantren Al Azhaar, hampir-hampir tidak ada masyarakat yang berani ke lokasi tersebut kecuali yang punya hajat. Hajat mereka biasanya jika akan punya manten, kadang akan calonkan kepala desa, ada yang niat cari pesugihan dan yang banyak cari nomor togel. Angker banget sebelum didirikan pesantren,” kisah Mbah Sarpan,
(Team/Red)