Lubuklinggau – Berdasarkan hasil telaah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2023, pengawasan dan pengendalian atas pemungutan Retribusi Pasar oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Lubuklinggau dinilai tidak optimal. Akibatnya, Pemkot Lubuklinggau mengalami potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp2.241.361.400,-.
Hal tersebut terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Pemkot Lubuklinggau Tahun 2023 dengan nomor laporan: 53.B/LHP/XVIII.PLG/05/2024, tertanggal 27 Mei 2024.
Pemkot Lubuklinggau pada tahun 2023 menganggarkan Pendapatan Retribusi Daerah sebesar Rp8.965.000.000,-, dengan realisasi Rp5.719.573.050,- atau 63,80%. Dari total tersebut, anggaran Retribusi Pasar Disperindag sebesar Rp2.915.000.000,- terealisasi sebesar Rp2.423.830.500,- atau 83,15%.
Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya beberapa permasalahan yang menyebabkan kekurangan potensi pendapatan, di antaranya:
1. Penerapan Tarif Tidak Sesuai Perda Retribusi Pasar Kios/Los/Hamparan/Pelataran masih dipungut dengan tarif lebih rendah dari yang diatur dalam Perda Nomor 13 Tahun 2019. Tarif yang seharusnya Rp40.000/m²/bulan untuk kios, Rp20.000/m²/bulan untuk los, dan Rp15.000/m²/bulan untuk hamparan, hanya dipungut sebesar Rp6.500/m²/bulan.
2. Retribusi Belum Dipungut Secara Menyeluruh
Dari 1.075 kios, los, dan hamparan yang terisi, hanya 10 unit yang mengajukan permohonan untuk diterbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD). Hal ini menyebabkan 1.065 unit belum membayar retribusi sesuai aturan, dengan potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp1.775.311.400,-.
3. Retribusi Pengelolaan Sampah Tidak Dipungut
Pedagang tidak dikenakan retribusi pengelolaan sampah sebesar Rp3.000/hari sesuai Perda, dengan potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp119.355.000,-.
4. Retribusi Grosir dan Pertokoan Belum Disetor
Sebanyak 30 ruko belum membayar Retribusi Grosir dan Pertokoan sebesar Rp338.000.000,-. Selain itu, penerimaan sebesar Rp128.050.000,- dari tujuh penyewa ruko tidak disetor ke kas daerah.
BPK mengidentifikasi sejumlah penyebab utama dari permasalahan ini, di antaranya:
- Kurangnya pengawasan dan pengendalian oleh Kepala Disperindag sebagai pengguna anggaran.
- Kepala Bidang Sarana dan Analis Pengawas Perdagangan tidak memedomani ketentuan Perda terkait Retribusi Pasar.
- Kepala UPT tidak melaksanakan pemungutan Retribusi Pasar sesuai aturan yang berlaku.
BPK merekomendasikan agar Wali Kota Lubuklinggau memerintahkan Kepala Disperindag untuk:
1. Mengevaluasi dan menyesuaikan tarif Retribusi Pelayanan Pasar sesuai kemampuan pedagang melalui revisi Perda.
2. Menindaklanjuti perjanjian sewa ruko dengan pihak-pihak yang belum memiliki perjanjian dan menagih tunggakan sebesar Rp338.000.000,-.
3. Menyetorkan seluruh penerimaan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) sesuai prosedur yang berlaku.
Atas rekomendasi tersebut, Wali Kota Lubuklinggau menyatakan sependapat dan memastikan akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan untuk mengoptimalkan pendapatan daerah.
(Ewin Kaperwil Lubuklinggau, Musi Rawas)