Medan, Sumatera Utara – Praktisi hukum Hendrik Pakpahan, S.H., memberikan pernyataan resmi terkait penetapan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap tiga tersangka yakni Arini Ruth Yuni Siringoringo, Erika br Siringoringo, dan Nur Intan br Nababan oleh penyidik Unit Pidum Polrestabes Medan, dalam kegiatan yang berlangsung di JIBI Kopi, Jl. H.M Said Medan, Kamis (17/4/2025).
Hendrik Pakpahan mengapresiasi langkah tegas kepolisian, terutama Unit Pidum Polrestabes Medan, dalam penanganan perkara tersebut. Ia menilai penetapan status DPO telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Penetapan DPO ini sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan KUHAP serta Pasal 17 ayat 6 Perkap Kapolri Nomor 6 Tahun 2019. Terlapor sebelumnya telah dipanggil secara resmi namun tidak kooperatif, sehingga penetapan DPO menjadi langkah yang sah secara hukum,” ujarnya.
Pakpahan menegaskan bahwa setiap warga negara yang dipanggil sebagai tersangka oleh pihak kepolisian seharusnya menghormati proses hukum dengan hadir memenuhi panggilan. Menurutnya, menghindari proses hukum bukanlah tindakan bijak.
“Jika mereka merasa tidak bersalah, tunjukkan melalui proses hukum yang berlaku. Bukan dengan menghindar,” tegasnya.
Sebagai praktisi hukum berpengalaman di Medan, Hendrik Pakpahan dikenal atas komitmennya terhadap keadilan dan supremasi hukum. Ia menyebut bahwa langkah penetapan DPO merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang harus dihormati semua pihak.
Pakpahan juga berharap agar perkara ini dapat diselesaikan secara transparan dan berkeadilan. Ia menghimbau para tersangka untuk segera menyerahkan diri dan kooperatif kepada aparat penegak hukum.
Sebelumnya diketahui, Arini Ruth Yuni Siringoringo, Erika br Siringoringo, dan Nur Intan br Nababan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan pada 6 Januari 2025, atas laporan Doris Fenita br Marpaung. Ketiganya diduga melakukan penganiayaan terhadap Doris dan Riris Partahi br Marpaung saat menghadiri prosesi penghormatan terakhir keluarga yang meninggal dunia.
Laporan tersebut didukung bukti visum dan keterangan saksi, termasuk Kepala Lingkungan (Kepling) setempat yang menyaksikan langsung kejadian penganiayaan tersebut.
(Tim)