Ganesha Abadi – Gerak cepat Presiden Prabowo Subianto dalam memerintahkan TNI Angkatan Laut (TNI AL) membongkar pagar laut sepanjang 13,6 kilometer di Pantai Utara Ujung Barat Pulau Jawa mendapat apresiasi. Dengan mengerahkan 600 personel Marinir Pasukan Katak di bawah komando Brigjen Harry Indarto, langkah ini dilakukan bersama masyarakat Banten untuk mengembalikan hak akses nelayan dan warga yang selama ini terhambat.
Namun, di balik langkah cepat ini, penting untuk memastikan persoalan tersebut diusut tuntas. Siapa pelaku pemagaran, bagaimana sanksinya, serta siapa yang bertanggung jawab atas biaya pembongkaran harus dijelaskan secara terbuka. Penanganan ini tidak hanya soal menegakkan keadilan, tetapi juga memberi pelajaran agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Tindakan tegas TNI AL berdasarkan perintah Presiden menunjukkan komitmen negara melindungi rakyat sesuai amanah konstitusi. Pernyataan Brigjen Harry Indarto bahwa TNI AL hadir bersama rakyat mencerminkan pentingnya peran strategis mereka. Indonesia, dengan garis pantai yang termasuk terpanjang di dunia, membutuhkan Marinir yang canggih dan tangguh untuk menjaga keamanan, kedaulatan, serta mengelola kekayaan laut dan pantai negeri ini.
Pagar laut yang diduga bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pembangunan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Selain membatasi aktivitas nelayan, pemagaran ini menggusur lahan pertanian dan tempat tinggal warga dengan harga ganti rugi yang sangat rendah. Langkah cepat pemerintah dalam membongkar pagar ini menjadi penanda keberpihakan kepada rakyat sekaligus menjaga stabilitas agar tidak terjadi kerugian lebih besar.
Harapan besar rakyat adalah agar kasus ini ditangani secara transparan dan tuntas. Kepemilikan lahan yang dirampas harus dikembalikan kepada warga, dan pihak-pihak yang bertanggung jawab harus menerima sanksi setimpal. Kasus pemagaran laut ini tidak boleh menjadi preseden buruk bagi pengelolaan lahan rakyat di masa depan.
Masalah ini juga harus menjadi pelajaran besar bagi bangsa, bahwa kebijakan dan proyek pembangunan tidak boleh mengorbankan kepentingan masyarakat kecil. Sesuai amanah konstitusi, rakyat adalah prioritas utama dalam setiap pengambilan keputusan.
(Jacob Ereste)