Ganesha Abadi – Ketika Tuhan mencuci bumi dengan air dari langit, manusia menyebutnya hujan. Namun, saat bencana melanda seperti tornado dan gempa bumi, itu mungkin pertanda kemurkaan Tuhan atas kerakusan dan keserakahan manusia. Seperti lirik Ebiet G Ade, “Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita,” bencana adalah pengingat bahwa sumber daya alam yang melimpah tidak boleh dieksploitasi tanpa batas.
Manusia, sebagai khalifatullah di bumi, memiliki tanggung jawab menjaga keseimbangan alam. Namun, kerakusan sering kali mengabaikan nilai-nilai spiritual dan moralitas. Seperti koruptor yang melampaui batas, mengabaikan etika dan akhlak mulia. Akibatnya, mereka tidak hanya merampas hak orang lain tetapi juga melukai kemanusiaan.
Manusia diberi kebebasan untuk memilih, bahkan jika itu berarti meniru sifat iblis dan setan. Tindakan seperti itu menciptakan ketidakadilan, merusak tatanan hukum, dan menghilangkan harmoni. Ketika kemurkaan Tuhan datang sebagai ganjaran, sering kali sudah terlambat untuk bertobat.
Kisah Fir’aun menjadi contoh abadi tentang keangkuhan yang dihukum Tuhan. Begitu pula ketika kekayaan duniawi menjadi tujuan utama, manusia sering kehilangan berkah dan makna sejati kehidupan. Kekayaan yang ditumpuk tak jarang malah membawa konflik dalam keluarga setelah pemiliknya tiada.
Oleh karena itu, berbagi rezeki kepada yang membutuhkan melalui sedekah tidak hanya mendatangkan berkah, tetapi juga menghubungkan manusia dengan nilai-nilai rahmatan lil alamin. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang mengajarkan manusia untuk memberi manfaat kepada sesama, bukan hanya untuk kepentingan pribadi.
Ironisnya, ketika seseorang abai pada nilai-nilai ini, ia menjadi bahan cercaan yang tidak kunjung usai. Kasus-kasus korupsi yang terjadi di negeri ini adalah refleksi nyata bagaimana moralitas dan spiritualitas terkikis, meninggalkan rasa malu yang tidak dapat disembunyikan.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa hanya dengan kembali pada nilai-nilai spiritual dan moral, manusia dapat menjaga keharmonisan alam dan hubungan sesama. Semoga kita tidak menjadi bagian dari sejarah kelam akibat keserakahan yang melampaui batas.
(Jacob Ereste)