Batam, ganeshaabadi.com | SASTRAWAN Pramudya Anantatoer pernah berkata, “Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata, daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik.”
Maka sejak awal manusia mengenal sejarah, “kata” selalu dijadikan amunisi ampuh para tukang fitnah dan demagog dalam meletus konflik. Sampai-sampai ada ungkapan bahwa:
“menitip uang jangan harap lebih, yang ada malah berkurang. Namun menitip kata, jangan harap kurang yang ada malah lebih.”
Mengapa kata jadi senjata ampuh untuk meletus konflik? Karena sifatnya ibarat rangkaian gerbong kereta api, tak bisa lepas satu sama lain, dan tak bisa dipisah dari relnya.
Maksudnya, kata tak bisa lepas dari konteks dan intonasi, serta terikat oleh ruang dan waktu. Jika ini sudah dipotong satu persatu, lalu diubah suai dengan bumbu-bumbu opini, maka cenderung memicu konflik. Sebab persepsinya akan berubah.
Inilah yang kerap terjadi di zaman digital saat ini. Dengan makin canggihnya media komunikasi massa, semakin mudah juga memprovokasi dan merusak nama baik orang lain dengan memotong kata seseorang lalu disebarkan ke ruang berbeda. Khususnya di media sosial.
Karena itu, waspada oleh pola-pola fitnah digital semacam ini. Tugas kita saat menerima hal semacam ini adalah, perbanyak konfirmasi daripada emosi. Beginilah cara demokrasi bekerja.
Jika perlu, pahami dulu definisi, konteks, sumber, data, hingga faktanya, agar tak mudah dipecah belah. Bukankah tujuan Indonesia merdeka agar kita tak tercerai-berai dan diadu domba?
Bagaimana menurut Anda?
(Nursalim Turatea).
______
RAWAN DIHASUT: Wali Kota Batam H Muhammad Rudi (HMR), dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau Hj Marlin Agustina, berbicara dalam sebuah forum belum lama ini. Kadang apa yang disampaikan kerap dipelintir orang yang berniat jahat, sehingga menimbulkan kehebohan.