Surabaya, 25 Maret 2025 – Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap dua jurnalis, Wildan Pratama (Suara Surabaya) dan Rama Indra (Beritajatim.com), saat meliput aksi demonstrasi penolakan UU TNI di depan Gedung Grahadi, Senin (24/3/2025). Insiden ini menjadi perhatian publik karena dianggap sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Ketua Umum KJJT, Ade S Maulana, menegaskan bahwa tindakan represif terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang bertugas tidak bisa ditoleransi. Aparat seharusnya melindungi, bukan justru melakukan intimidasi dan kekerasan,” tegas Ade.
Kronologi Kejadian
Menurut Rama Indra, ia meliput aksi unjuk rasa sejak pukul 14.16 WIB. Aksi awalnya berlangsung damai, namun mulai ricuh sekitar pukul 16.22 WIB, ketika massa mulai melempar botol ke arah barikade polisi. Situasi semakin panas dengan adanya lemparan batu, petasan, dan molotov. Bentrokan sempat terhenti saat azan Maghrib, namun setelah itu massa tetap bertahan.
Pada pukul 18.28 WIB, Rama Indra yang berada di pinggir jalan tengah merekam pembubaran aksi.
“Saya melihat beberapa polisi menangkap dua pendemo, lalu memukuli dan menginjak mereka. Saya merekam kejadian itu dengan ponsel saya,” ungkap Rama.
Namun, ia justru menjadi sasaran kekerasan aparat.
“Tiga sampai empat polisi menghampiri saya, memaksa saya menghapus rekaman, lalu memukul kepala dan menyeret saya. Saya sudah menunjukkan kartu pers, tapi mereka tetap memaksa saya menghapus video dan merebut ponsel saya,” tambahnya.
Akibat kejadian ini, Rama Indra mengalami benjol di kepala, luka baret di pelipis kanan, serta bibir bagian dalam yang lecet.
Kecaman dan Tuntutan KJJT
Ketua KJJT, Ade S Maulana, mendesak Kapolda Jawa Timur untuk segera mengusut kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada aparat yang terlibat.
“Kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan. Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti, kami siap mengambil langkah hukum dan menggelar aksi solidaritas,” tegas Ade.
Sebagai bentuk protes, KJJT mengajukan tuntutan sebagai berikut:
1. Kapolda Jatim segera mengusut dan menindak tegas aparat yang terlibat dalam kekerasan ini.
2. Jaminan perlindungan bagi jurnalis di lapangan, terutama saat meliput demonstrasi.
3. Edukasi bagi aparat kepolisian tentang hak-hak jurnalis dan kebebasan pers dalam demokrasi.
4. Pemerintah memastikan kebebasan pers tetap terjaga dan tidak ada lagi tindakan represif terhadap jurnalis.
“Jurnalis bukan musuh, mereka bekerja untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Kami berharap kejadian ini menjadi yang terakhir dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak,” pungkas Ade.
(Divisi Humas KJJT)