Ganesha Abadi – Arahan Presiden Prabowo Subianto yang disampaikan oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait evaluasi 280 Proyek Strategis Nasional (PSN) telah memunculkan isu serius, terutama polemik terkait PSN PIK-2. Proyek yang tiba-tiba dianggap masuk daftar PSN ini menuai sorotan karena tidak tercatat dalam dokumen resmi. Selain itu, polemik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di lahan dasar laut Utara Ujung Barat Pulau Jawa semakin memanaskan situasi.
Protes masyarakat pada 8 Januari 2025 mencerminkan keresahan publik atas status PSN PIK-2 yang dinilai tidak transparan dan justru merugikan masyarakat setempat. Nelayan dan petani yang menggantungkan hidup pada akses laut dan lahan sekitar merasa dirugikan oleh pengembang yang telah memagari area laut menggunakan bambu. Kendati begitu, hingga kini masih simpang siur siapa pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar tersebut.
Presiden Prabowo telah mengarahkan kementerian terkait untuk mengevaluasi PSN yang ada, termasuk mempertanyakan status PSN PIK-2 yang tidak sesuai dengan prinsip dasar, strategis, dan operasional proyek nasional. Padahal PSN seharusnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan daerah, bukan malah memicu konflik kepentingan seperti ini.
Menurut pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Nusron Wahid, pada 23 Januari 2025, sertifikat di area laut tersebut diterbitkan pada 2023. Sebanyak 263 bidang telah bersertifikat, terdiri dari 234 SHGB atas nama PT. Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT. Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Fakta ini menunjukkan adanya kejanggalan administrasi yang patut ditelusuri lebih lanjut.
Evaluasi terhadap PSN menjadi mendesak, terutama untuk memastikan program strategis benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar menjadi alat kepentingan segelintir pihak. Keberadaan sertifikat di lahan dasar laut ini menjadi bukti nyata perlunya penegakan hukum yang lebih tegas untuk mencegah praktik-praktik korupsi administratif yang merugikan bangsa.
(Jacob Ereste)