BANYUWANGI – BCW Banyuwangi Corruption Watch akhirnya angkat bicara terkait permasalahan PT. PBS (Pelayaran Banyuwangi Sejati) . Terutama dengan perkembangan dimana karyawan PT. PBS mengadukan ke BCW terkait gaji yang sampai sekarang belum terbayarkan. (21/3/2024)
Dalam merespon pengaduan ini BCW sudah melayangkan somasi kepada Bupati Banyuwangi mendesak agar persoalan tersebut segera terselesaikan
“Sebenarnya masalah ini bukan masalah baru, melainkan sudah bergulir sejak tahun 2016 , namun seiring dengan waktu berita yang sudah tenggelam ini muncul kembali ke permukaan dengan adanya pengaduan karyawan PT. PBS kepada BCW. Terkatung katung dari tahun 2016 sejak era Bupati Abdullah Azwar Anas sampai Bupatinya dipegang istri Pak Anas yaitu Ipuk Fiestiandani
Masalah tersebut tidak terselesaikan. Sementara Perusahaannya sendiri kantornya sudah tutup lantaran mengalami kebangkrutan. Dengan situasi tersebut kepada siapa lagi karyawan ini menyampaikan keluhannya kalau bukan ke Pemda Banyuwangi yang memang faktanya adalah pemilik mayoritas dengan saham 90 persen di perusahaan tersebut.
“Bahwa Perusahaan PT. PBS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang transportasi laut yang mengoperasikan dua kapal penyeberangan dengan rute Ketapang Banyuwangi ke Gilimanuk Bali. Ide gagasan ini dari Bupati Samsul Hadi pada tahun 2000 silam, yang tidak lain tujuannya adalah dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Pemda Banyuwangi.
Lalu di belilah dua kapal seharga 15 Milyar yang mana satu kapalnya seharga Rp. 7,5 Milyar. Inilah suatu terobosan yang sangat brilian dari sosok Bupati Samsul Hadi terbukti dari usaha kapal penyeberangan Pemda Banyuwangi ini memperoleh sumber pendapatan yang lumayan besar hingga pernah tembus ke angka Rp. 22 Milyar pertahun setoran nya ke kas Daerah.
“Namun dalam perjalanannya PT. PBS mengalami nasib yang tidak baik baik saja dimana perusahaanya bangkrut sampai gaji karyawannya tidak terbayarkan.
Lalu siapa yang bertanggung jawab ? yang bertanggung jawab menurut aktifis Banyuwangi Masruri sebagai Ketua BCW adalah Pemda Banyuwangi. menyatakan ” Hal itu karena PT. PBS sudah tutup maka pertanggung jawaban beralih ke Pemda Banyuwangi. Kenapa demikian, sebab pemilik PT. PBS sejatinya milik Pemda Banyuwangi sebagai pemegang 90 persen Saham di PT. PBS” kata Masruri saat ditemui Media ini.
“Selanjutnya aktifis yang bergerak di bidang pemantauan korupsi di Banyuwangi ini menegaskan ” Apalagi permasalahan ini sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan sudah ada Pansus DPRD Banyuwangi, maka tidak ada alasan lagi masalah ini digantung tanpa arah yang jelas.
Sehingga lembaga kami akhirnya melayangkan somasi ” imbuhnya. Intinya mendesak agar Pemda Banyuwangi segera menyelesaikan permasalahan belum terbayarnya gaji karyawan PT. PBS. Disamping itu mengingat pula karyawan PT PBS ini bagaimanapun diakui atau tidak diakui secara tidak langsung juga ikut berjasa menaikkan PAD Banyuwangi lantaran sebagai pihak yang mengoperasikan kapal Sri Tanjung sehingga Banyuwangi mendapatkan tambahan PAD yang signifikan. Namun giliran hak haknya tidak diperoleh masak iya pemerintah tidak perduli.
Terhadap masalah tersebut media ini mengkonfirmasi ke Kepala BPKAD terkait gaji karyawan PT. PBS Cahyanto selaku Kepala BPKAD menyatakan bahwa pihak Pemda sebenarnya sudah mau menganggarkan tetapi terbentur regulasi sehingga sampai sekarang belum bisa terealisasi.
Apakah memang sesulit itu mencari cantolan regulasinya ? Maka dalam hal ini media ini mencoba kembali meminta pendapat BCW untuk menanggapi terkait pernyataan BPKAD ” la iya mas, Apa masih kurang dasar hukumnya ? Padahal dari putusan pengadilan sudah ada yaitu putusan pengadilan Hubungan Industrial No. PHI/2018/Pdt.Sby tertanggal 30 mei 2018, selain itu dari pansus juga ada rekomendasinya, apa ini belum cukup?
Sementara kalau mau jujur banyak sebenarnya pengeluaran APBD yang tidak jelas regulasinya yang tidak perlu saya sebut disini. Yang jumlahnya bahkan mencapai ratusan milyar toh lancar lancar saja” pungkas Masruri,
Sedangkan karyawan PT. PBS terpantau kondisinya masih solid yang sampai sekarang sangat mengharap agar gajinya segera terbayarkan. Antara lain disampaikan oleh salah satu karyawan bernama Irvan Nur Hidayatullah yang merupakan Koordinator sekaligus Ketua SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia,
PT. PBS memberikan penyataan “iya mas kami dan kawan kawan yang tergabung di SPSI PT. PBS sejak kurang lebih 8 tahun berjuang untuk memperoleh hak hak kami, namun sampai sekarang belum ada hasilnya.
Adapun menanggapi kebangkrutan perusahaan yang menjadi alasan justru Irvan sendiri merasa heran “padahal PT. PBS ini kan hasilnya besar mas, tapi aneh ya kok bisa bangkrut? Bahkan mampu kok membeli kapal di jepang untuk mengganti kapal yang sudah habis masa berlakunya,
Sampai disini keheranan itu belum lengkap kalau tidak menelusuri lebih jauh cerita tentang PT. PBS. Lebih lanjut Irvan menceritakan tapi entah kenapa tidak ada kejelasan kemana sekarang kapal yang dibeli dari jepang tersebut.
“Tidak tahu kenapa setelah sampai ke Indonesia kok bisa bisanya kepemilikan Kapal bernama Sutosio dan setelah di Indonesia diganti nama Agung Wilis beralih ke perusahaan lain ” ujar Irvan penuh keheranan. Sebab dia bisa menceritakan itu semua karena dialah satu satunya karyawan yang diajak ke Jepang membeli Kapal dibawah komando Direktur Utama Wahyudi SE.
Dengan kata lain permasalahan yang sangat komplek PT. PBS sebagaimana diatas seharusnya Pemerintah Daerah Banyuwangi tidak boleh tinggal diam. Terutama atas adanya dugaan penggerogotan dari dalam perusahaan yang dilakukan para petinggi petinggi PT. PBS yang menyebabkan kebangkrutan hingga berpotensi timbulnya kerugian keuangan negara.
(Red)