Jakarta, ganeshaabadi.com – Sejumlah aktivis dari berbagai elemen masyarakat, termasuk purnawirawan TNI dan Polri, secara tegas menyatakan perlawanan mereka terhadap sejumlah proyek strategis yang dianggap merugikan rakyat. Terutama proyek perusahaan swasta yang dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti PIK – 2 yang kini menerabas wilayah Banten dari Jakarta Utara sepanjang pantai.
Aksi besar-besaran ini, yang akan digelar pada Rabu, 8 Januari 2025, mulai pukul 09.00 di Desa Kohod, Pakuhaji, Tangerang, akan menjadi momen penting dalam deklarasi Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO). Aksi ini bertujuan untuk menuntut kedaulatan rakyat dan menyerukan penghentian proyek yang dinilai membawa dampak buruk terhadap masyarakat sekitar.
Menurut Marwan Batubara, rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo bersama konglomerat besar seperti Aguan, Anthony Salim, dan Tommy Winata diduga terlibat dalam kejahatan terstruktur dan sistematis yang merugikan rakyat dan negara. “Mereka mendirikan negara dalam negara, dan harus segera ditangkap serta diadili,” ujar Marwan dalam pernyataannya yang viral di media sosial menjelang aksi ini.
Aksi ini juga didukung oleh sejumlah tokoh pergerakan dan aktivis seperti Jenderal Purn. Tyasno Sudarto (mantan KASAD TNI), Mayjen Purn. Soenarko (mantan Danjen Kopassus), serta tokoh agama dan masyarakat seperti KH. Muhyidin Junaidi (mantan pimpinan MUI Pusat) dan Munarman (aktivis HAM). Tokoh-tokoh tersebut menegaskan bahwa proyek PIK – 2 adalah simbol dari penjajahan baru yang dilakukan oleh oligarki terhadap rakyat.
Rizal Fadhilah, salah satu aktivis yang cukup dikenal dengan militansi perjuangannya, juga menyuarakan bahwa PIK – 2 adalah proyek kriminal yang merusak kedaulatan negara dan memperparah ketimpangan sosial. “Ini adalah upaya kolusi dan korupsi, merampas hak rakyat dan menggerus tanah milik mereka,” tegas Rizal dalam pernyataan yang tersebar luas di media.
Tak ketinggalan, Achmad Khozirudin, sastrawan politik yang dikenal tegas dalam menyuarakan keadilan, menekankan bahwa negara harus hadir dalam menghentikan PIK – 2. “Tidak boleh ada negara di dalam negara. Negara harus cabut status PSN PIK – 2 dan lakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini,” ujarnya.
Selain itu, Muhammad Said Didu, seorang aktivis yang mengaku sebagai “manusia merdeka,” mengungkapkan kekhawatirannya tentang adanya kudeta terhadap negara melalui pengaruh oligarki, terutama sejak diterapkannya UU Cipta Kerja. “Ini adalah bagian dari upaya oligarki untuk menguasai tanah air, merampas tambang, dan lahan rakyat,” tandasnya.
Aksi ini juga mendapat dukungan dari Emak-emak Aspirasi se Jabodetabek dan Banten, yang akan menyampaikan orasi singkat mengenai penjarahan tanah rakyat yang dilakukan secara paksa di kawasan PIK – 2. Mereka siap memperjuangkan hak-hak masyarakat yang selama ini terpinggirkan.
Dengan deklarasi ini, Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kedaulatan rakyat dan menghentikan praktik oligarki yang merusak negara. Gerakan ini juga mengajak masyarakat untuk bersatu dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran.