Lembaga Pendidikan Swasta (LPS) baik di jenjang dasar maupun menengah dituntut memiliki karakteristik unggul. Ada yang menonjol dalam prestasi akademik, ada pula yang fokus pada pembinaan diniyah seperti hafalan Al-Qur’an dan pembiasaan ibadah.
Pada tahun 2014, seorang wali murid bernama H. Ahsan, seorang pengusaha bahan bangunan, menitipkan anaknya di salah satu SMP swasta dengan pesan sederhana namun mendalam, “Kupasrahkan agar anakku berakhlakul karimah dan ibadahnya rajin.”
Dalam era modern seperti sekarang, banyak orang tua memilih LPS yang menanamkan adab sebelum ilmu. Pilihan ini sejalan dengan prinsip pendidikan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Al Hasani, ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah abad ke-21, yang berkata:
“Aku mengajarkan akhlak dan moral terlebih dahulu sebelum mengajarkan ilmu dan kitab.”
Sayangnya, belum semua LPS mampu menjawab tantangan tersebut. Penulis mendapatkan laporan tentang sebuah LPS di Kabupaten Lamongan yang sejak 1975 hanya memiliki 25 murid, bahkan kondisinya stagnan selama 15 tahun terakhir. Fenomena ini menyiratkan sejumlah masalah mendasar:
1. Terkikisnya tata krama murid
2. Hilangnya kedisiplinan guru dan murid
3. Terputusnya koneksi dengan masyarakat
4. Keterbatasan dana
Pendidikan hari ini menghadapi tantangan serius: lunturnya budi pekerti. Murid tak lagi menunjukkan adab dan kehilangan rasa kasih sayang terhadap sesama.
Karena itu, membangun LPS berkarakter menuntut pengabdian yang lembut namun kokoh dari semua pihak yang terlibat. Harus ada kesungguhan untuk menghidupkan kembali kekuatan akhlakul karimah.
LPS yang kehilangan magnetnya seringkali luput dari perhatian masyarakat. Padahal, di baliknya tersimpan kisah perjuangan para pendiri yang luar biasa. Jika tidak ada kebersamaan dari penerusnya, perjuangan itu akan sekadar menjadi tontonan, bukan teladan.
Masyarakat yang abai tak ubahnya hanya penonton yang bersorak tanpa ikut berjuang. Bahkan lebih parah, mereka bisa menyebarkan persepsi negatif yang akan semakin menjauhkan masyarakat dari LPS tersebut. Persepsi itu bisa menular dan memperburuk keadaan.
Kini saatnya semua pihak merenung dan berikhtiar. Para penerus harus berkhidmat dengan penuh dedikasi agar citra baik LPS bisa kembali. Jika berhasil, insyaallah keberkahan akan menyertai. Keberkahan itu bisa terlihat dalam bentuk:
1. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap LPS
2. Yayasan yang mampu mengayomi dan memberikan solusi
3. Terjaganya marwah guru dan sekolah
4. Prestasi guru dan murid yang terus berkembang
5. Datangnya dana jariyah dari arah yang tak disangka
6. Terwujudnya LPS yang berkualitas dan berdaya saing
Keberkahan itu perlu diikhtiari dan ditirakati. Semua potensi perlu dilibatkan, semua pihak perlu diajak berembuk. Usulan, pendapat, bahkan kritik harus diterima sebagai bahan kebijakan yang bijaksana.
Penulis yakin, pertolongan Allah Ta’ala akan datang saat sistem LPS terbebas dari kemunafikan berjamaah dan terus mewaspadai gerakan yang ingin memadamkan api perjuangan. Mari kita renungkan kembali firman Allah dalam surat Ash-Shaff ayat 8:
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah akan tetap menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.”
Semoga semangat untuk memprioritaskan adab dapat menjadi gerakan bersama dalam membangun kembali marwah LPS demi masa depan pendidikan yang lebih bermakna dan penuh berkah.
Penulis: Ketua Pembina YPI Al Azhaar Indonesia, Ketua Pembina Yayasan Bani Tasir Mayong, Pengurus LD PWNU Jawa Timur, dan Sekretaris IPHI Jawa Timur.