Medan – Penyidik Polrestabes Medan telah menetapkan Arini Ruth Yuni br Siringoringo, Erika br Siringoringo, dan Nurinta br Nababan sebagai tersangka pada 6 Januari 2025 lalu. Surat penjemputan terhadap ketiganya pun telah diterbitkan pada Februari 2025.
Namun, hingga kini, ketiga tersangka masih bebas dan belum diamankan oleh kepolisian.
Doris Fenita br Marpaung yang melaporkan kasus ini merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak kepolisian. Dalam keterangannya kepada awak media di sebuah warung kopi di Jl. HM Said, Kamis (27/3/2025), ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya proses hukum yang berjalan.
Kasus ini bermula dari saling lapor yang terjadi pada 2023, di mana Doris lebih dulu dilaporkan oleh Erika br Siringoringo ke Polsek Medan Area dan telah menjalani seluruh proses hukum hingga persidangan.
Sebaliknya, laporan yang dibuat Doris terhadap Erika di Polrestabes Medan—hanya berselang satu hari dari laporan yang diterimanya—hingga kini belum juga naik ke tahap selanjutnya.
“Mengapa di tingkat Polsek laporan bisa cepat diproses, sedangkan di Polrestabes Medan hingga kini belum ada tindakan apa pun?” tanya Doris.
Pihak keluarga Doris pun ikut angkat bicara dan menduga ada ketidakprofesionalan dalam proses penyidikan. Mereka menilai penyidik dan unit luar Polrestabes Medan sengaja memperlambat penjemputan Arini Ruth Yuni br Siringoringo, Erika br Siringoringo, dan Nurinta br Nababan.
“Kami tidak tahu ada apa antara penyidik dan para tersangka,” ujar salah satu anggota keluarga Doris.
Sebelumnya, penyidik telah beberapa kali melayangkan panggilan kepada para tersangka, baik sebagai saksi terlapor maupun sebagai tersangka. Namun, mereka tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.
Menurut pihak keluarga Doris, seharusnya Polrestabes Medan dapat mengambil tindakan tegas, termasuk menjemput paksa para tersangka sesuai dengan Pasal 170 jo 351 KUHP, yang memungkinkan penahanan terhadap tersangka. Namun, hal itu hingga kini belum dilakukan.
Lebih lanjut, mereka juga menyoroti peran kuasa hukum Erika br Siringoringo, yang diduga menghambat penyidikan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 221 KUHP, karena kuasa hukum seharusnya mengarahkan kliennya untuk kooperatif dalam proses hukum.
“Kami menduga ada sesuatu di balik ini. Jika kepolisian benar-benar serius menangani kasus ini, seharusnya mereka bisa menyelesaikannya lebih cepat,” ujar pihak keluarga Doris.
Diketahui, salah satu tersangka, Arini Ruth Yuni br Siringoringo, merupakan ASN di KPP Pratama Cilandak, Jakarta Selatan. Pihak keluarga Doris menilai Polrestabes Medan seharusnya bisa melayangkan surat pemanggilan resmi ke instansi terkait atau menetapkan status DPO bagi para tersangka, namun hal itu tidak dilakukan.
Saat dikonfirmasi, penyidik Polrestabes Medan menyatakan bahwa surat penjemputan sudah diterbitkan, tetapi pihaknya masih membutuhkan waktu untuk melakukan eksekusi.
“Kami sudah mengeluarkan surat penjemputan, tetapi masih membutuhkan waktu untuk melaksanakan tindakan lebih lanjut,” jelas penyidik.
Penyidik juga mengungkapkan bahwa kuasa hukum tersangka sempat meminta penundaan penyidikan, tetapi hingga kini mereka tidak juga menghadirkan kliennya untuk diperiksa sebagai tersangka.
Atas lambannya proses ini, Doris Fenita br Marpaung meminta keadilan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Febrianto, agar segera memberikan instruksi untuk mempercepat proses hukum kasus ini.
(Tim)