Ganesha Abadi – Pimpinan Media Ganesha Abadi, Nur Kholis, mengecam keras pernyataan Menteri Pembangunan dan Masyarakat Desa (PMD), Yandri Susanto, yang menyebut “Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM dan wartawan bodrek.” Video pernyataan tersebut viral di media sosial dan menuai gelombang protes dari insan pers serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di seluruh Indonesia.
Menurut Nur Kholis, pernyataan tersebut tidak hanya merendahkan profesi wartawan, tetapi juga berpotensi menciptakan stigma negatif terhadap pers yang memiliki peran strategis dalam menjaga transparansi dan demokrasi.
“Saya sangat tersinggung dengan istilah ‘wartawan bodrek’ yang digunakan dalam video tersebut. Seharusnya, Pak Menteri menggunakan istilah ‘oknum wartawan’, bukan menggeneralisasi profesi kami yang memiliki peran penting dalam kontrol sosial,” tegasnya.
Ia juga meminta Menteri PMD untuk memberikan klarifikasi dan bukti atas tuduhan yang disampaikan dalam video tersebut. Sebagai pejabat negara, Yandri Susanto seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat, bukan justru memicu perpecahan.
“Wartawan adalah cerminan bagi aparatur negara dan penegak hukum. Kami bekerja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan kami memiliki identitas resmi. Jangan asal menuding tanpa dasar yang jelas,” kata Nur Kholis.
Pernyataan kontroversial Menteri PMD juga mendapat perhatian dari pakar hukum internasional, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH., MH. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada pejabat publik yang mengkriminalisasi wartawan maupun LSM, mengingat peran penting mereka dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Menurut Prof. Sutan, wartawan dan LSM adalah mitra bagi aparat penegak hukum (APH), bukan musuh. Wartawan bekerja berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sementara LSM beroperasi sesuai dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan serta Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas).
“Pers dan LSM adalah bagian dari kontrol sosial yang membantu masyarakat dan pemerintah. Mereka bukan musuh, melainkan mitra dalam membangun negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nur Kholis menegaskan bahwa jika ada oknum wartawan atau LSM yang melanggar hukum, maka proses hukum harus dilakukan secara individu, bukan dengan menggeneralisasi seluruh profesi.
“Di setiap sektor ada oknum, baik di APH, pemerintahan, hingga tingkat desa. Tapi tidak berarti semua harus dicap buruk. Jika ada oknum yang melanggar hukum, maka proses hukumlah mereka, bukan justru mengkriminalisasi profesi secara keseluruhan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tanpa peran wartawan dan LSM, banyak kasus korupsi serta pelanggaran hukum yang mungkin tidak akan terungkap. Oleh karena itu, ia meminta APH untuk tidak terjebak dalam pernyataan pejabat yang dapat merusak citra demokrasi.
“Wartawan dan LSM adalah mitra penting bagi pemerintah dan penegak hukum. Justru yang harus dipertanyakan adalah kinerja pejabat yang sering mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan profesi ini,” pungkasnya.
Nur Kholis berharap pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, dapat memberikan teguran kepada Menteri PMD agar lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan di ruang publik.
“Kami berharap Presiden bersikap tegas agar tidak ada lagi pejabat negara yang meremehkan peran pers dan LSM. Wartawan adalah bagian dari demokrasi dan memiliki hak yang dilindungi undang-undang,” tutupnya.
(Red)