Ganeshaabadi.com – Setiap ide, gagasan, atau pemikiran yang diwujudkan dalam tindakan nyata dapat menjadi kebiasaan, yang lama-kelamaan membentuk karakter seseorang. Karakter inilah yang menentukan arah hidup, baik menuju kebaikan maupun keburukan. Dalam filosofi hidup bangsa Timur, terdapat keyakinan bahwa Tuhan hadir di dalam diri manusia, bukan di luar. Oleh sebab itu, tamasya spiritual seperti ziarah ke tempat-tempat tertentu menjadi sarana untuk mendapatkan ketenangan batin dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Makna Tamasya Spiritual
Ziarah dan perjalanan ke tempat-tempat sunyi, seperti gunung, pantai, atau hutan, bukan sekadar rekreasi, tetapi juga upaya mencari keheningan. Dalam keheningan ini, manusia dapat merenungkan kebesaran Tuhan yang tercermin dalam alam. Misalnya, ombak di pantai yang terus bergulung seakan memberikan pelajaran tentang kehidupan yang terus bergerak. Begitu pula gunung yang menjulang tinggi, seolah bertasbih memuji kebesaran Sang Pencipta.
Manusia, yang dianugerahi posisi sebagai khalifatullah (wakil Tuhan di bumi), memiliki tanggung jawab untuk menjaga harmoni kehidupan sesuai dengan petunjuk-Nya. Setiap aktivitas manusia yang bertujuan untuk kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, dapat dimaknai sebagai ibadah.
Ugahari dan Rendah Hati sebagai Kunci Kehidupan
Sikap ugahari (sederhana) dan rendah hati adalah kunci untuk mencegah kesombongan. Hidup yang penuh rasa syukur akan melahirkan kebahagiaan, meski dalam keterbatasan. Kaum sufi, misalnya, selalu melantunkan puja dan puji syukur atas nikmat yang mereka terima, baik dalam bentuk materi, kesehatan, maupun hubungan sosial.
Dalam kehidupan spiritual, syukur menjadi ungkapan kebahagiaan atas berkah Tuhan. Sikap ini membawa kedamaian dan kebahagiaan sejati, yang jauh dari rasa iri, dengki, atau kesombongan yang justru menjadi beban hidup.
Tamasya spiritual adalah perjalanan batin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, menikmati keindahan alam, dan merenungkan makna kehidupan. Dengan sikap ugahari dan rendah hati, manusia dapat menjalani hidup yang penuh syukur, menjauhkan diri dari sifat sombong, serta memfokuskan energi pada hal-hal yang bermakna. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan pada hal-hal yang tidak berarti. Sebaliknya, dengan mensyukuri nikmat-Nya, kita dapat menjalani kehidupan yang harmonis dan penuh berkah.
(Jacob Ereste)