Ganeshaabadi – Sri Eko Sriyanto Galgendu menjalani perjalanan spiritual yang mendalam selama 28 tahun, mengikuti prinsip Bushido sebagai landasan hidupnya. Filosofi ini, yang menekankan kesetiaan, keberanian, dan kehormatan, menjadi bagian penting dalam membentuk kepribadiannya. Dengan tekun, ia melakoni berbagai praktik spiritual, seperti puasa pala dan ziarah ke makam leluhur, untuk mendapatkan restu dan keteguhan dalam menempuh jalannya.
Pada November 2024, Sri Eko Sriyanto diakui sebagai Pemimpin Spiritual Nusantara. Posisi ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pemimpin agama, melainkan menjadi pemersatu umat dari berbagai kepercayaan di Indonesia. Ia diibaratkan sebagai konduktor yang menyelaraskan beragam harmoni dalam orkestra, menciptakan keselarasan tanpa menghilangkan perbedaan.
Bushido, yang diadopsinya, adalah jalan samurai yang berakar pada nilai-nilai moral Konfusius, Zen, dan Shinto. Filosofi ini tidak hanya relevan di Jepang, tetapi juga dapat diterapkan dalam kehidupan modern. Bagi Sri Eko, keberanian mengambil keputusan, bahkan dengan risiko tinggi, adalah inti dari nilai Bushido. Tradisi seppuku atau harakiri, sebagai bentuk menjaga kehormatan, menjadi simbol keberanian dan komitmen terhadap prinsip hidup.
Keberanian yang sama juga tercermin pada pasukan Kamikaze Jepang saat Perang Dunia II, yang menunjukkan dedikasi luar biasa. Namun, Bushido juga mengajarkan kelembutan, kemurahan hati, dan kesetiaan tanpa pamrih—nilai-nilai yang menjadi bagian dari pengembaraan spiritual Sri Eko.
Lahir di Solo dari keluarga pengusaha sukses, Sri Eko Sriyanto memadukan latar belakang pendidikan keagamaan, teknik, dan keterampilan bisnis. Kini, ia mengelola tujuh gerai kuliner, termasuk Ayam Ancuur, Soto Gubeng, dan Wedang Pojok Istana, yang berkembang dari warisan keluarga.
Relasi luas yang dibangunnya sejak muda mencakup tokoh intelektual, seniman, budayawan, hingga elite politik. Dari Gus Dur hingga Susuhunan Paku Buwono XII, jaringan pertemanan ini memperkuat langkahnya sebagai penghubung lintas budaya dan agama.
Dalam waktu dekat, ia berencana menggelar pertemuan persaudaraan lintas agama dunia di Indonesia, mencakup Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Langkah ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran spiritual global yang bermula dari Indonesia, menegaskan peran bangsa dalam kebangkitan spiritual dunia.
(Jacob Ereste)