Ganeshaabadi.com – Bulan Ramadhan diyakini sebagai bulan terbaik dari bulan-bulan lainnya, karena keberkahan dan permaafan serta beragam kebaikan dari Allah SWT dilipatgandakan untuk umat-Nya. Dan para Malaikat pun dikerahkan, seperti sedang melakukan patroli khusus untuk menjaga, membantu dan memberi pertongan bila diperlukan atas perintah Allah yang bisa terjadi seketika, di luar nalar waras manusia. Itulah salah satu bukti akal manusia itu berada dibawah daya jelajah dari kemampuan spiritual.
Oleh karena itu, semua rangkaian acara yang berkaitan dengan Ramadhan giat dilakukan, mulai dari sekedar melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an hingga ikut membersihkan Mesigit bahkan menyediakan panganan untuk berbuka puasa bersama dengan siapa saja yang kebetulan sedang berada di sekitar Mesigit (Masjid) dengan sejumlah panganan yang dikirim dengan penuh suka rela dan ikhkas dari tetangga srkitarbya. Tak ada aturan atau semacam protokoler resmi milai dari pengirinan ragam makanan serta minuman itu hingga acara sholay berjamaah.
Yang menarik, para Bunda yang ada disekitar Mesigit di kampung kami ini, seperti sedang berlomba menyajikan panganan serta beragam minuman di beranda Mesigit untuk siapa saja yang suka melahapnya saat waktu azan dukumandangkan sebagai pertanda untuk berbuka puasa.
Dahulu, kata Nenek saya waktu berbuka puasa atau pun sholat itu ditebtukan oleh seorang Kadi atau pengurus Mesigit. Karena dahulu — bukan saja sulit untuk menentukan saat waktu sholat maupun saatnya berbuka puasa, sebab yang punya jam (penunjuk waktu) di kampung kami ketika itu pun masih terbilang barang mewah yang tidak bisa terbeli dengan harga murah.
Begitulah suasana bulan puasa di kampung kami sejak Hari Pertama Puasa hingga berakhir. Beragam panganan terbaik dan yang paling enak disajikan untuk siapa saja yang sedang berada di Mesigit dan sekitarnya untuk berbuka puasa.
Tak sedikit pula warga kampung kami juga menyediakan panganan untuk makan sahur, setidaknya untuk mereka yang melakukan taddarus sejak habis sholat tarawih hingga menjekang subuh.
Karena itu, bulan Ramadhan bagi anak-anak di kampung kami pun selalu ditunggu-tunggu, karena beragam panganan dari setiap rumah akan dikirim tanpa pernah diminta, hingga sering tak terduka disajikan juga makanan yang terbilang istimewa seperti gulai kepala ikan kakap, sop iga super empuk, pepes ikan gurame, sambal terong cabe merah.
Pendek kata, menu sajian untuk berbuka puasa di kampung kami, tak bisa diduga sebrlumnya. Karena saat musim durian, Pak Somad yang punya kebun buah-buahan akan mendrop banyak buah-buahan segar hasil dari kebunnya sediri yang selalu melimpah hasil psnenannya.
Bayangkan, mulai dari salak pondoh, manggis dan cempedak bisa Pak Somad sajikan seperti sedang membuat pesta besar.
Senentara itu beragam panganan lain dari para Bunda sekitarnya, mulai dari nasi kuning dan nasi gurih hingga kolak dan bajigur, hingga minuman hangat maupun minuman dingin yang segar boleh dilahap oleh siapa, termasuk para musafir — mereka yang kebetulan lewat dari perjalanan jauh, bahkan mereka yang tidak sholat sekalipun, karena mengalami sesuatu halangan, atau bahkan karena bukan Muslim, toh diajak serta untuk menikmati hidangan buka puasa dari warga sekitar kampung kami, sampai hari ini.
Begitulah, suasana meriah dan kebahagiaan dari warga kampung kami yang terjaga rukun sampai hari ini untuk menikmati duasaba bulan suci ramadhan yang masih guyub serta penuh rasa kekeluargaan. Tak jarang, panganan ringan seperti pisang goreng, tempe mendoan, kripik, hingga kopi dan teh, jahe panas susul menyusul disuguhkan. Sehingga suasana santai pun jadi semakin hangat dan akrab. Apalagi kemudian saling bercerita tentang pengalaman atau kisah masa lalu yang penuh suka dan duka dahulu.
Kelakar pun bisa semakin asyik dan berkembang dengan selingan guyonan yang segar, hingga para pemuda jadi semakin asyik mendengar kisah masa lalu dari para tokoh yang tak setempat mereka alami dengan nilai edukasinya yang indah untuk dikenang dan membuat kangen untuk diulang. Tapi sejarah, toh tidak pernah berjalan mundur, ia selalu melabrak masa depan.
Pada hari pertama puasa pun, soal kegaduhan larangan melakukan acara buka puasa bersama oleh pemerintah tehadap pegawai negeri supil serta TNI dan Polri juga menjadi topik bahasan menarik di lingkungan jamaah Mesigit kami. Meski tak semua memberi reaksi keras dan sinis menanggapi kebijakan yang tidak bijak itu, toh ada yang berpikir tetap positif mengaitkan larangan acara berbuka puasa bersama itu karena dana sedang langka dan cekak dari yang dimiliki pemerintah.
Padahal, untuk sekedar membuat acara buka puasa bersana, toh bisa dilakukan seperti cara Emak-emak dikampung kami saat mengadakan pengajian rutin bulanan, masing-masing Bunda yang dianggap mampu bisa membawa makanan untuk jatah10 atau 15 orang. Maka dari lima orang Bunda saja sudah bisa mengcover kebutuhan konsunsi untuk 75 sampai 100 orang dari jumlah jamaah yang hadir. Soalnya adalah, bagaimana semangat dan rasa kebersamaan itu harus dibangun dan dijaga, sebab terlaku banyak masalah yang tak mungkin mampu dilakukan sendiri.
Dari pengalaman yang sudah-sudah, toh dengan cara kebersamaan seperti itu bisa dan biasa dapat diperoleh sejumlah panganan yang tidak sedikit hingga dapat dibagikan kepada siapa yang sedang melintas di kampung kami. Tidak seperti ketika terpaksa berbuja puasa di kota, Jekjy Sofyan pengacara yang sedang baik daun dan mengelola sejumlah perkara besar, setidaknya mulai berduit dan berani menggiring semua kolehanya masuk Rumah Makan Padang paling enak di kota.
Ragam macam lauk pauk penuh disajikan dengan untuk digasak sesyai selera. Bagi Bung Jeky, sesekali mentraktir sahabat dan kerabatnya, selalu dia anggap sebagai ibadhah pula. Karena baginya, berbuat baik bagi semua orang — apalagi untuk sahabat dan jerabatnya — pasti tak kalah istimewa dan spesial untuk diperlakukan super istimewa. Seperti juga juga jegbdrungan para Emak-emak yang selalu gemar membuat kejutan. Dan Om Jeky sekarang juga begitu polahnya, seperti umumnya gaya mutakhir pada selebriti di Indonesia hari ini.
Lantas apa soalnya ASN dan TNI serta Polri tidak mampu melakukan cara membuat acara berbuka puasa seperti tang dilakukan para Bunda yang jenial itu. Sebab alasan masih adanya pandemi Covid-19 sudah tidak lagi bisa diterima akal. Apalagi pesta pernikahan sudah beberapa kali dilakukan oleh adik, anak, saudara sepupu dan sampai kakak ipar yang ngunduh mantu sudah dilakukan dan semua aman-aman saja.
Lalu apa oasaknya acara buka puasa bersama harus dilarang ? Maka dugaan spekulatif yang berkembang dalam masyarakat adalah rasa khawatir momen acara berbuka puada itu akan dimanfaatkan untuk konsolidasi dan memobilisasi massa dalam konteks dukung mendukung untuk Capres 2024.
Ganeshaabadi.com Banten Timur, 24 Maret 2023