Ganesha Abadi – Pada akhirnya, peperangan yang melibatkan data dan fakta pasti mengarah pada kekalahan atau penyerahan diri. Jika tidak, perang ini akan terus berlanjut, dengan saling menyandera lawan menggunakan informasi yang tersedia, seolah-olah mereka membuka front perseteruan yang terbuka. Ini seperti sebuah “pecah kongsi” yang terjadi dalam satu kelompok, yang dulunya bekerja sama tanpa perjanjian hukum yang jelas, di mana hukum formal pun sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya.
Situasi ini sangat menggambarkan ketidakadilan yang terjadi dalam negeri, di mana hukum bisa dimanipulasi sesuai dengan kekuasaan dan kemampuan individu yang terlibat. Seperti halnya dalam kasus narkoba yang beredar luas, bahkan berasal dari lembaga pemasyarakatan, atau pencetakan uang palsu yang dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi, semua ini menunjukkan betapa mudahnya mendapatkan uang haram di berbagai sektor.
Masalah utama yang mengganggu negeri ini adalah perseteruan mengenai kekuasaan dan sumber daya yang terhambat. Wacana menghukum mati para koruptor sering kali hanya sekadar bumbu penyedap untuk menciptakan citra bahwa keadilan dan demokrasi serius ditegakkan, padahal kenyataannya tidak. Langkah-langkah seperti melemahkan KPK untuk meloloskan pesanan pihak yang berkuasa menunjukkan betapa dalamnya keterlibatan politik dalam praktik korupsi.
Semakin banyak yang hendak dilihat dan dipahami di negeri ini, semakin kusut dan kacau keadaan yang ada. Seperti wajah seseorang yang terluka parah, banyak orang salah menilai situasi tersebut, seolah-olah masalah hanya terjadi di satu pihak saja, padahal kenyataannya jauh lebih rumit. Semua pihak yang terlibat dalam sistem kekuasaan ini, baik itu anak, menantu, atau orang-orang terdekat, dipaksa untuk merengkuh kursi kekuasaan, bukan atas nama pelayanan publik, tetapi demi kepentingan pribadi dan keluarga mereka.
Dalam konteks ini, uang haram mulai membuahkan karma, karena segala tindakannya tidak dilakukan dengan niat yang baik. Para pelaku mungkin belum merasakannya, tetapi apa yang mereka lakukan akan berimbas pada generasi mendatang, termasuk anak cucu mereka yang juga ikut menikmati hasil kerja tanpa keringat tersebut. Sumpah serapah dari rakyat yang dikhianati akan semakin kuat dan nyata.
Budaya saling ancam dan menyandera dengan data rahasia tentang perilaku bejat kini menjadi bagian dari politik negeri ini. Padahal, data dan fakta yang ada seharusnya digunakan untuk memperkarakan tindak kejahatan yang telah merugikan rakyat banyak, bukan untuk disembunyikan demi kepentingan pribadi.
Budaya politik yang saling menyandera ini harus dihentikan dengan tegas. Para pihak yang terlibat dalam menyembunyikan kejahatan, yang menyebabkan penderitaan rakyat, harus dihukum dengan seberat-beratnya, karena mereka telah mengingkari sumpah dan janji yang mereka buat saat menerima amanah dari rakyat.
(Jacob Ereste)