Pandeglang – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Pemuda Banten (SMPB) menggeruduk Kantor Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP) Pandeglang, Jumat (10/1/2025). Mereka memprotes dugaan cacat administrasi dan koordinasi dalam program pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Gedung Juang.
Sepdi Hidayat, Koordinator Lapangan, menuding DKUPP tidak serius memperhatikan para pedagang kecil. Ia menyebut, dari 10 tenan atau lapak usaha yang disediakan di Gedung Juang, sebagian besar justru digunakan oleh dinas terkait, bukan pedagang kecil.
“Relokasi PKL ini sebenarnya bertujuan agar pedagang yang sebelumnya berjualan di tempat tak semestinya dapat memiliki lokasi resmi. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hanya beberapa pedagang kecil yang mendapatkan tenan, sementara sisanya dibooking oleh dinas. Hal ini kami ketahui langsung dari para pedagang,” ungkap Sepdi kepada media.
Ia juga menyoroti bahwa DKUPP tidak menjalankan instruksi bupati dengan benar. “Bupati melalui Keputusan Bupati No. 332 dan Perbup No. 4 Tahun 2024 menegaskan bahwa pemberdayaan PKL dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang maju. Namun, kenyataannya, tenan yang disediakan justru diberikan kepada dinas, sementara pedagang kecil dibiarkan berjualan di bahu jalan dan harus bergantian menggunakan lapak. Ini sangat tidak adil,” tegasnya.
Dalam orasinya, Hadi, salah satu mahasiswa, mengungkapkan berbagai permasalahan kompleks yang terjadi di DKUPP, termasuk sumber listrik yang tidak terkelola dengan baik, ketiadaan plang nama, surat izin pengalihan arus jalan, serta dugaan pungutan retribusi yang tidak masuk ke kas daerah.
“Pada audiensi 2 Januari 2025, kami sudah mempertanyakan anggaran pembangunan dan retribusi, tetapi tidak ada jawaban memuaskan. Setelah ditelusuri, kami menemukan fakta mencengangkan, seperti ketiadaan plang nama, rambu pengalihan jalan, dan surat izin dari kepolisian. Bahkan, kami menduga kuat ada retribusi yang tidak disetor ke kas daerah,” jelas Hadi.
Ia menambahkan, DKUPP tidak mematuhi aturan yang sudah jelas tertuang dalam Perbup No. 4 Tahun 2024 dan UU No. 22 Tahun 2009. “Perilaku seperti ini menunjukkan ketidakpatuhan terhadap hukum,” katanya.
Sepdi juga menyayangkan pelayanan DKUPP yang dinilai tidak adil. “Kami tidak mendukung pedagang berjualan di bahu jalan. Namun, jika tenan yang sudah dibangun benar-benar diperuntukkan bagi pedagang kecil, mereka tidak perlu berdagang di tempat yang tidak semestinya,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Sepdi menegaskan bahwa aksi ini baru permulaan. “Surat aksi jilid II sudah kami masukkan. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga pedagang kecil mendapatkan hak mereka, retribusi masuk ke kas daerah, dan semua aturan yang ada benar-benar dijalankan,” tutupnya.
(Red)