Kramat Sukawali, Tangerang – Deklarasi dan aksi Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) yang semula direncanakan berlangsung di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten, pada Rabu (8/1/2025), terpaksa dipindahkan ke Desa Kramat Sukawali. Pemindahan ini terjadi karena adanya aksi tandingan yang menghalangi akses ke lokasi awal.
Acara deklarasi dihadiri sejumlah tokoh nasional, seperti Suripto (mantan Menteri Kehutanan), Marwan Batubara, dan Sunarty (aktivis buruh). Mereka menyerukan warga Banten untuk bersatu mempertahankan tanah leluhur yang terancam proyek Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK-2.
Dalam rilis resminya, Marwan Batubara menyampaikan tuntutan GRAO, antara lain: mencabut status PSN PIK-2, menghentikan proyek pembangunan, serta mendesak DPR RI membentuk Pansus untuk mengusut pelanggaran hukum dan kerugian negara akibat PSN PIK-2. “Proyek ini bukan untuk rakyat, melainkan untuk kepentingan oligarki,” tegas Marwan.
Aksi ini juga diwarnai oleh kehadiran sejumlah tokoh lintas profesi, termasuk purnawirawan militer seperti Jenderal Purn. Tyasno Sudarto, Laksamana Purn. Slamet Subianto, hingga akademisi dan aktivis seperti Refly Harun dan Abraham Samad.
Warga setempat mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap dampak proyek PIK-2 yang merugikan nelayan, petani, dan usaha kecil. Namun, intimidasi dari pihak tertentu membuat banyak warga enggan terlibat langsung dalam aksi ini. “Kami ingin menolak, tetapi takut akibatnya,” ujar Suryana, seorang warga Desa Kramat Sukawali.
Praktik state corporate crime, menurut Marwan Batubara, telah menihilkan kedaulatan rakyat, dengan proyek PSN yang tidak memiliki manfaat langsung bagi masyarakat. “Presiden harus segera bertindak untuk membela hak rakyat,” tandasnya.
Deklarasi dan aksi GRAO ini menandai perlawanan yang lebih besar untuk merebut kembali kedaulatan rakyat dari cengkeraman oligarki.
(Jacob Ereste)