Ganesha Abadi – Masalah pemagaran laut yang mencakup wilayah Pantai Utara Jakarta dan Banten ternyata hanyalah puncak gunung es. Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa penerbitan sertifikat bermasalah ini tidak hanya terjadi di wilayah tersebut, tetapi juga di Bekasi, Jawa Barat, Sidoarjo, Jawa Timur, dan beberapa daerah lainnya. Pernyataan ini menanggapi laporan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, tentang penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Surat Hak Milik (SHM) di kawasan laut Tangerang, Banten, yang terbit pada 2023.
Fokus utama permasalahan ini adalah prosedur penerbitan sertifikat yang jelas melanggar aturan. Sesuai undang-undang, laut tidak bisa dimiliki oleh perorangan atau perusahaan. Laut merupakan milik publik yang harus dapat diakses oleh seluruh rakyat. Dengan demikian, kesalahan utama terletak pada aparat yang menerbitkan sertifikat ini, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Presiden Joko Widodo menantang untuk memeriksa legalitas penerbitan sertifikat tersebut secara menyeluruh. Siapa pun aparat yang terlibat dalam praktik ilegal ini harus diproses hukum. Hal ini penting untuk menciptakan rasa keadilan bagi rakyat yang telah dirugikan dan mencegah kerusuhan yang lebih besar akibat keresahan publik.
Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2), yang melibatkan pemagaran laut, telah menciptakan dampak luas. Selain penghentian proyek, pembongkaran pagar laut yang memblokir akses masyarakat setempat memunculkan tuntutan ganti rugi kepada semua pihak yang telah dirugikan. Termasuk pengusaha yang telah mengeluarkan biaya besar dalam proses pengurusan sertifikat hingga pelaksanaan proyek.
Agus Harimurti Yudhoyono, yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator, menjelaskan bahwa sertifikat tersebut diterbitkan sebelum dirinya bergabung dengan Kabinet Joko Widodo. Ia menegaskan informasi ini diperoleh langsung dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, yang memastikan bahwa penerbitan sertifikat tersebut terjadi pada 2023.
Presiden Direktur Agung Sedayu Group, Nono Sampono, menyebut bahwa proyek besar seperti PSN PIK-2 pasti memiliki dasar hukum, seperti Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri. Namun, keterlibatan perusahaan ini dalam pemagaran laut yang dianggap melanggar hukum telah memicu aksi unjuk rasa besar-besaran. Setelah penghentian proyek dan pembatalan sertifikat, masyarakat kini menunggu proses hukum yang tegas terhadap para pihak yang terlibat.
Kasus ini mencerminkan model korupsi administrasi baru yang menyalahgunakan wewenang untuk menerbitkan sertifikat ilegal, hingga memicu keresahan publik. Pemerintah didesak untuk mengusut tuntas masalah ini agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan memberi rasa keadilan yang nyata bagi masyarakat.
(Jacob Ereste)