Ganeshaabadi.com – Banyak yang tidak mengetahui, sebelum Indonesia merdeka, kaum wanita Nusantara sudah menunjukkan keberanian dan kontribusi besar dalam perjuangan melawan penjajah. Salah satu tokoh legendaris adalah Laksamana Keumalahayati, wanita tangguh dari Kesultanan Aceh yang menjadi Laksamana wanita pertama di dunia.
Laksamana Keumalahayati lahir pada 1 Januari 1550 dan wafat pada 30 Juni 1615. Ia adalah anak Laksamana Mahmud Syah dan cucu Laksamana Muhammad Said Syah, keturunan Sultan Ali Mughayat Syah, pendiri Kesultanan Aceh Darussalam. Keumalahayati mencatat sejarah sebagai pemimpin Pasukan Inong Balee, pasukan khusus yang terdiri dari janda-janda pejuang Aceh.
Perlawanan Heroik Keumalahayati
Keumalahayati muncul sebagai pemimpin setelah suaminya, Laksamana Zainal Abidin, gugur dalam pertempuran melawan Portugis di Teluk Haru. Ia mengajukan usul kepada Sultan Aceh untuk membentuk Pasukan Inong Balee, yang kemudian diisi oleh 2.000 janda pejuang. Pasukan ini menjadi kekuatan utama dalam melindungi Aceh dari serangan Portugis dan Belanda.
Pada tahun 1599, Keumalahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran di geladak kapal Belanda. Peristiwa ini menegaskan keberaniannya sebagai panglima perang yang disegani. Selain bertempur, ia juga mewakili Kesultanan Aceh dalam perundingan diplomatik, seperti negosiasi untuk pembebasan tawanan Belanda.
Pengakuan Internasional dan Gelar Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasanya, Keumalahayati dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2017 melalui Keputusan Presiden No. 115/TK/Tahun 2017. Selain itu, UNESCO pada tahun 2023 mengakui hari kelahirannya sebagai perayaan internasional, menegaskan pengaruh global perjuangan wanita Nusantara.
Inspirasi dari Tokoh Wanita Nusantara Lainnya
Selain Keumalahayati, sejarah Indonesia mencatat tokoh-tokoh wanita hebat lainnya. Tjoet Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, dan Nyi Ageng Serang adalah contoh nyata ketangguhan wanita dalam melawan penjajah. Mereka tidak hanya berperan sebagai istri atau ibu, tetapi juga sebagai pemimpin yang mampu memobilisasi perlawanan rakyat.
Tjoet Nyak Dhien, misalnya, terus melawan Belanda meski suaminya gugur di medan perang. Ia akhirnya tertangkap dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, tanpa pernah menyerah. Tjoet Nyak Meutia juga melanjutkan perjuangan suaminya, Teuku Tjik Tunong, hingga gugur dalam pertempuran pada 1910.
Relevansi Perjuangan Wanita untuk Era Indonesia Emas 2045
Keteladanan para wanita pejuang ini menjadi inspirasi bagi generasi masa kini. Menjelang peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2024, refleksi atas perjuangan mereka dapat menjadi momentum untuk menguatkan peran wanita dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Kaum wanita Indonesia memiliki potensi besar untuk melanjutkan warisan ketangguhan leluhur mereka. Suara dan gerakan wanita harus diperhitungkan, tidak hanya dalam perjuangan masa lalu, tetapi juga untuk membentuk masa depan bangsa yang lebih cerah.
Sejarah telah mencatat bahwa wanita Nusantara adalah pilar penting dalam perjuangan bangsa. Kini saatnya kaum wanita Indonesia melanjutkan perjuangan tersebut untuk membangun negeri.
(Jacob Ereste)